Minggu, 25 September 2011

Perusahaan Bangun Mental Kewirausahaan

Saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia masih menjadi tumpuan lulusan-lulusan sarjana perguruan tinggi untuk menapaki karir ke depannya. Seakan tidak pernah ada habisnya perekrutan karyawan-karyawan yang diambil dari lulusan sarjana tersebut.

Tetapi saat ini realitanya sarana pendukung untuk menjadikan seorang mahasiswa menjadi seorang job maker maupun job seeker menjadi masalah tersendiri. “Kurikulum yang ada saat ini mengarahkan lulusan sarjana untuk memenuhi kebutuhan pasar” ujar Rahmat Syafaat, dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini.

Kurikulum yang ada saat ini, peran serta lulusan patut dipertanyakan apakah bisa mandiri atau tidak setelah lulus kuliah nanti. Mau mandiri dari mana jika mereka melamar pekerjaan sering tidak cocok ataupun ditolak oleh perusahaan tersebut.

Perusahaan dan wiraswastawan besar belum memberikan investasi maksimal terhadap pendidikan di Indonesia. Saat ini sangat sedikit sekali perusahaan yang menginvestasikan dananya untuk sekedar pemberian fasilitas maupun memberikan pembelajaran secara langsung dalam kuliah tersebut. Laboratorium-laboratorium representatif masih minim.            
                                   
“Pendidikan bukan hanya urusan satu pihak saja. Kerja sama pemerintah, universitas dan perusahaan sangat berperan dalam memajukan pendidikan di Indonesia” ungkapnya.

Jaringan-jaringan ke perusahaan dilakukan untuk menampung mahasiswa mempraktikkan secara langsung ilmu yang didapatnya sewaktu kuliah. “Kuliah itu tidak harus di dalam kelas saja, tapi di perusahaan juga” Rahmat menambahkan. Karena hal ini dapat membangun semangat kewirausahaan tiap mahasiswa.

Rahmat juga menambahkan, kalau orang-orang dari perusahaan juga harus sering muncul dalam perkuliahan. Karena mereka sudah lama terjun di dunia kerja. Pengalaman-pengalaman yang mereka punya sudah banyak. “Misalnya Fakultas Pertanian, pengajarannya dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah bertani, tapi hanya dengan spidol dan papan tulis” Syafaat menyindir masalah ini.
           
Pembangunan jaringan kerjasama universitas dengan perusahaan-perusahaan juga menekan kejadian kesalahan penempatan mahasiswa yang magang di perusahaan. “Kalau misalnya mereka kuliah di akuntansi, saat praktik harus ditempatkan di bagian akuntansi juga. Bukan di bagian penerima surat” ujarnya. Sampai sekarang kenyataannya para mahasiswa yang magang ditempatkan di posisi yang salah.

Rahmat mengatakan perusahaan hanya mengambil lulusan-lulusan sarjana tanpa ikut mendidiknya. Di negara Indonesia perusahaan yang membiayai pendidikan, pembangunan laboratorium dapat dihitung dengan jari. Berbeda halnya dengan Korea yang memberikan biaya pendidikan kepada Mendiknas, agar lulusan-lulusan perguruan tinggi memiliki SDM yang mumpuni.
           
Dosen mata kuliah Hukum Perdata ini menambahkan kalau penyeimbangan teori dan praktik di lapangan berbanding 50 persen ini sangat efektif membangun mental mahasiswa agar dapat bersaing di dunia kerja. Mental kewirausahaan muncul dengan pembiasaan sistem tersebut. Meskipun universitas harus mengeluarkan dana yang sangat banyak. (Welga Febdi Risantino)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar