Kamis, 29 Desember 2011

Manusia Setengah Salmon yang Suka Pindah


      Jam sudah hampir menunjukkan pukul sebelas siang. Itu artinya, tepat satu jam yang lalu buku terbaru Raditya Dika, Manusia Setengah Salmon telah terbit. Pada tanggal 24 Desember yang bertepatan pada hari Sabtu, sehari sebelum hari Natal, buku biografi komedi ini telah tersedia di seluruh toko buku Gramedia se-Indonesia. Tidak ingin kehabisan, maka saya bergegas untuk ke Gramedia, dan membeli bukunya di hari pertama terbit.
      Tidak seperti biasanya, siang itu Gramedia Malang Town Square (Matos) terlihat pemandangan yang berbeda di depan kasir. Ya, ada antrean cukup panjang disana. Dan setelah diamati lebih dekat, ternyata rata-rata pembeli yang akan membayar ke kasir sedang menenteng satu buah buku Manusia Setengah Salmon.  
       Setelah mengambil satu buku MSS ,saya pun segera masuk dalam antrean ke kasir. Saat tiba giliran saya, iseng-iseng saya bertanya pada petugas kasir tentang penjualan MSS hari itu. Menurut jawabannya, selama satu jam terakhir, buku terbaru Raditya Dika tersebut sudah terjual cukup banyak, puluhan. Dan dia menambahkan, bahwa biasanya, buku karya Raditya Dika bisa habis hanya dalam waktu dua hari saja setelah terbit. Sungguh prestasi yang luar biasa.

        Membaca buku-buku Raditya Dika menurut saya tidak membutuhkan waktu yang lama. Tidak perlu sampai mengerutkan dahi karena kata-katanya yang sulit, atau makna-makna konotasi seperti yang biasa terdapat dalam novel sastra. Karya-karyanya merupakan bacaan ringan yang menghibur.
        Begitu juga dengan Manusia Setengah Salmon ini. Dalam bukunya yang kali ini, Raditya Dika seperti biasa menceritakan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan gaya penulisan komedi, seperti buku-buku sebelumnya. Hal sehari-hari yang kadang menurut kita remeh, dan luput dari perhatian, bisa menjadi hal  yang sangat lucu di tangan Raditya Dika.
       Seperti contoh pada bab Bakar Saja Keteknya , bagaimana dia menceritakan sopirnya yang bau ketek, dan dia yang merasa terganggu, lalu dia berusaha mencari cara agar dia tidak ‘terbunuh’ oleh ketek sopirnya tersebut.
       Selain bab-bab yang lucu, Raditya Dika juga menyelipkan beberapa postingan yang sempat dia update di akun pribadi Twitternya, @radityadika ,  yang menarik, seperti pada bab Emo.. Emo.. Emo.. Emotikon ! Disini terlihat sekali penggunaan sosial media yang bisa dikembangkan menjadi sesuatu yang lucu dari olahan-olahan kalimat atau ekspresi.
       Tidak hanya bab yang mengocok perut, Radith, begitu dia disapa, juga menambahkan kalimat-kalimat atau paragraf yang membuat seseorang merenung sejenak. Seperti pada bab Sepotong Hati di Dalam Kardus Cokelat . Dalam bab ini, menceritakan tentang bagaimana peristiwa seperti pindah rumah, juga memiliki kesamaan dalam hal pindah hati. Yaitu sama-sama mencari kenyamanan dan kecocokan. Memilih rumah baru bukan lah mencari rumah yang sempurna, tapi rumah yang kita merasa cocok dan nyaman berada di dalamnya, tidak harus selalu sempurna. Karena jika mencari kesempurnaan itu tak akan pernah bisa.
        Menurut Raditya Dika pada postingan di blognya, radityadika.com , yang selalu memberi judul bukunya dengan hal yang berhubungan dengan binatang, alasannya memberi judul Manusia Setengah Salmon, karena menurutnya, Salmon adalah ikan yang setiap tahun akan berimigrasi, melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur. Dan walaupun diperjalanan ikan salmon pasti akan mengalami banyak bahaya seperti dimakan beruang yang menunggu di daerah dangkal, tapi ikan salmon akan tetap pindah, apa pun yang terjadi. Seperti manusia, yang sebenarnya juga mengalami banyak perpindahan-perpindahan kecil. Seperti pindah rumah, pindah selera, pindah kerja, pindah sekolah, pindah status, sampai pindah hati. Dan itu adalah hal yang biasa dan pasti terjadi pada setiap manusia.
            Hal itu lah yang menjadi tema dari buku Raditya Dika kali ini, perpindahan. Dan, kalimat atau paragraf yang mebuat kita merenung akan hal yang kita sering alami inilah yang menjadikan buku Raditya Dika ini tidak hanya sekedar komedi kosong belaka, tapi juga komedi yang syarat akan nilai filosofis. Dan ini lah nilai plus yang membuatnya menjadi karya yang layak untuk dinikmati. Selamat membaca !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar