Kelakuan remaja Indonesia saat ini: tawuran, lihat film porno, internetan, dan Pacaran (Karikatur: Ashief Mutammi |
Pada pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, terdapat cita-cita Indonesia serta dasar negara Indonesia
yaitu Pancasila. Selama ini, apakah cita-cita bangsa Indonesia terealisasi
semua? Apakah nilai-nilai penting di balik Pancasila masih dipertahankan,
terutama bagi pembentukan karakter generasi penerus bangsa sekarang?
Indonesia sebenarnya
memiliki modal untuk menjadi bangsa yang maju. Pemerintah, rakyat, sumber daya
alam dan sebagainya. Tapi modal yang sudah ada ini, tidak bisa dimanfaatkan
Indonesia secara tepat.
Kita lihat saja. Indonesia
sekarang masih belum berhasil meraih cita-citanya seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945. Malahan kita semakin menjauh dari cita-cita tersebut.
Mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945, setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan dan direalisasikan dengan mencanangkan program
wajib belajar 12 tahun.
Kita lihat, makin lama biaya
pendidikan makin mahal. Tidak ada bedanya menempuh pendidikan di sekolah negeri
maupun swasta. Anak-anak yang orang tuanya tidak mempunyai biaya, terpaksa
putus sekolah.
Padahal Pemerintah menganggarkan
sebanyak 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
pendidikan. Salah satunya Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dicanangkan untuk meringankan beban siswa terkait biaya
pendidikan. Tapi belakangan siswa masih ditagih uang gedung dan uang seragam. Kenyataan
lain, jumlah masyarakat yang buta huruf di lapangan tidak sama dengan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS).
Sekarang kita lihat dari
sisi Pancasila sendiri. Remaja sekarang kehilangan pegangan. Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia dipinggirkan. Banyak remaja yang lupa sila-sila
pancasila. Kalaupun hafal, mereka belum tentu mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena
hampir tidak ada permasalahan tentang hal ini.
Sila kedua dan kelima hampir
sama maknanya, Kemanusiaan yang adil dan
beradab dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Apakah Indonesia sekarang sudah adil? George
Towar Iqbal, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya (UB) ini menjawab
tidak.
Pembangunan tidak merata.
Pemerintah cenderung melakukan pembangunan di pusat kota. Sedangkan di
desa-desa, mereka tidak begitu peduli.
Sedangkan Amir Hasan Ramli,
Ketua Program Studi Psikologi UB ini mengatakan beradab dalam sila kedua tidak bisa dimaknai secara baik. Antar
desa saja berkelahi, antar suporter berkelahi. “Yang diperebutkan itu apa sih?”
tanyanya seraya mengetuk-ngetuk meja kerjanya.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Menurut Sri Mukti
Rahayu, Kasubbag Peningkatan Kepemudaan, Olahraga, dan Organisasi Masyarakat
(Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Jember) rasa persatuan semakin
berkurang. Dibuktikan dengan memudarnya gotong royong antar masyarakat.
Semangat gotong royong yang
memudar, karena trend masyarakat
sekarang yang demokrasi. Ajaran demokrasi lebih mementingkan individu sendiri. Kemudian
di daerah-daerah masih banyak oknum-oknum yang ingin menghancurkan daerah lain.
Mereka memandang daerah lain lebih rendah dari daerahnya.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila ini tidak berlaku. Karena di DPR sekarang masih mempertahankan sistem voting dalam pengambilan keputusan,
bukan secara musyawarah.
Permasalahan-permasalahan
tersebut akan berdampak pada bangsa Indonesia sendiri. Lambat laun
budaya-budaya di Indonesia akan hilang. Contohnya gotong royong dan musyawarah.
Kalau sistemnya masih musyawarah,
masyarakat yang memiliki suara kecil masih bisa berperan penting. Tapi kalau voting, suara terbanyak yang akan
menang.
Dalam masalah politik, jika
remaja sekarang disuguhi logika-logika politik dari barat, maka saat terjun ke
masyarakat, mereka cenderung memakai logika tersebut dan meninggalkan logika
politik yang dibangun dari bangsa sendiri.
Karakter Bangsa khususnya Remaja Saat Ini
Perlu diketahui, karakter
bangsa Indonesia mulai memudar sejak transisi masa Orde Baru ke Reformasi.
Latihan baris-berbaris untuk menanamkan kedisiplinan jarang diajarkan ke
siswa-siswa.
Selain itu, tiap hari Senin,
ada upacara dengan menyanyikan lagu Indonesia
Raya dan mengibarkan bendera merah putih. Siswa jarang mengikuti secara
khidmat proses tersebut. Padahal maksud melakukan hal seperti itu untuk
membentuk karakter pribadi masing-masing.
Menurut George, karakter
bangsa Indonesia khususnya remaja sekarang tidak ada yang bisa dibanggakan.
Dari budaya saja, remaja Indonesia tidak bisa mempertahankan budayanya, malah
terkena pengaruh budaya asing. Banyak yang mabuk-mabukan dan trek-trek’an. Hal seperti itu tidak
sesuai dengan nilai moral dan agama.
Dari segi moral, masih
banyak seks bebas di kalangan remaja. Remaja di Indonesia terlalu menelan
mentah-mentah budaya asing. Mereka melakukan seks bebas dengan pasangannya
masing-masing tanpa ikatan pernikahan, meskipun tidak gonta-ganti pasangan
seperti budaya asing lainnya.
Pihak yang ‘berdosa’ atas
masalah tersebut yaitu media. Karena media sering menampilkan budaya-budaya
hedon dari bangsa lain.
Menurut Sri Mukti, rasa
nasionalis dan gotong royong remaja sekarang makin berkurang. Kalau dahulu itu rasa
kebersamaannya kuat sekali. “Karena rasa itu berkurang, akhirnya mereka
berpikir secara individu” wanita asli Blitar, Jawa Timur ini.
Sudah saatnya bangsa
Indonesia melakukan revitalisasi karakter bangsa khususnya remaja yang sudah
‘bobrok’ ini.
Revitalisasi karakter bangsa
sebenarnya sudah lakukan sejak Indonesia berdiri. Tapi sampai sekarang kita
belum punya karakter yang tepat. Padahal di negara-negara lain, pembangunan
karakter sudah selesai.
Hal yang harus dilakukan pertama,
dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Setelah itu baru melebar ke masyarakat. Anak
itu belajar dari meniru. Kalau keluarga bisa mengajarkan anak-anaknya berbagai
hal yang baik, maka anak juga akan meniru kebiasaan baik orang tuanya. Begitu
juga sebaliknya.
Selanjutnya pendidikan agama,
seperti pembentukan iman seseorang. Menanamkan disiplin. dan pembentukan
mental.
Menumbuhkan rasa
nasionalisme. Contohnya gotong royong harus ditingkatkan lagi. Tapi sekarang
sulit untuk mengembalikan semangat gotong royong. Karena sekarang trend-nya demokrasi. Kecuali kalau
pemimpin negaranya tegas untuk menghimbau masyarakatnya. Peran negara itu
penting dalam pembentukan karakter bangsa. Contohnya seperti kepemimpinan. (Welga Febdi Risantino)