Menteri yang Tidak Gengsi Menulis di Koran
SURABAYA-
Lift berdentang “ting” saat seorang lelaki berbaju batik melangkah ke luar.
Tidak ada kawalan ajudan, prosedur protokoler dan sejenisnya. Kusmayanto
Kadiman langsung menyalami semua yang ada di ruang pertemuan lantai empat,
gedung Sinar Harapan di bilangan Cikini.
Menteri
Negara Riset dan Teknologi itu terlambat sekitar 20 menit. Sangat dimaklumi
sebab sebelumnya ia sudah berkirim SMS, “Maaf, saya sampai SH jam 16.00 lewat
sebab sekarang baru keluar dari istana.”
Meminta maaf
melalui SMS bukan hal tabu bagi pejabat sekelas menteri, terutama kalau ia
adalah Kusmayanto. Penulis sendiri kadang merasa tidak sedang ber-SMS dengan
pejabat, melainkan teman. Sifat membumi seorang KK, begitu lelaki kelahiran 1
Mei 1954 ini akrab disapa, bukan rahasia umum. Di setiap kesempatan, Ph.D dari
Australian National University ini selalu tampil ramah diselingi lelucon segar
Tidak Gengsi
“Kalau
menulis di media, saya tidak mau menyantumkan gelar. Justru malu sama gelar itu
kalau ternyata tulisan saya salah,” celetuk ayah tiga putera ini ketika
“mengompori”para pakar Teknologi Informasi (TI) yang hadir di acara Diskusi
Penulisan Artikel Iptek dan TI di Media Massa di kantor SH belum lama ini.
KK
sendiri walau seorang menteri dan mantan rektor Institut Teknologi Bandung
(ITB) tidak merasa gengsi untuk menulis di surat kabar. Beberapa yang
tulisannya sudah dimuat di surat kabar tergolong mudah dipahami dengan bahasa
yang sangat membumi, kendati yang dibahas masalah seputar Iptek. Ia mendambakan
semua ilmuwan dan pakar Indonesia mau mengikuti jejak ini agar ilmu yang
dikuasai bisa disosialisasikan ke masyarakat luas.
Di hadapan
sejumlah pengamat TI, jurnalis, penulis blog alias blogger dan hacker,
Kusmayanto menuturkan bagaimana proses kreatif menulisnya dilakukan. “Tuangkan
saja apa yang mau kita sampaikan, tanpa harus ingin menjadi perfeksionis. Kalau
tulisan terlalu perfeksionis, akhirnya akan berakhir di tempat sampah,”
demikian KK, Selama ini banyak ilmuwan dan pakar di Indonesia yang beranggapan
bahwa menulis di koran dapat menurunkan “kelas”. Mereka memilih untuk menulis
di jurnal ilmiah atau blog pribadi yang hanya dibaca oleh komunitasnya. Tulisan
ini pun penuh dengan istilah teknis yang sulit dipahami orang awam. Akibatnya,
ilmu yang mereka miliki tidak pernah mampu diserap oleh masyarakat luas.
Motivasi
Sepak
terjang Kusmayanto sebagai ilmuwan sendiri tidak diragukan lagi. Penggemar golf
dan tennis ini sempat sibuk dengan kontribusinya dalam teori sistem dan kontrol
digital. Suami dari Sri Sumarni tersebut juga pernah terlibat pada usaha memacu
perkembangan teori kontrol dan instrumentasi dan teknologi perangkat lunak di
sejumpah perguruan tinggu. Ia pun terkenal sebagai dosen teladan tahun 1991
yang melahirkan sarjana-sarjana yang sekarang bergelar Ph.D dan Master.
Komitmen
dan integritas keilmuannya terlihat dalam keterlibatan aktif di Persatuan
Insinyur Indonesia (PII), Asian Control Professor Association (ACPA), IFAC
Working Group on Distributed Control System (IFAC WG-DCS), American Society for
the Advancement of Science (ASAS).
Namun
apakah semua itu membuat seorang Kusmayanto merasa gengsi untuk menulis di
koran? Tidak sama sekali. “Kalau ingin menulis harus dipikirkan apa tujuan kita
menulis. Mencari nama? Kalau saya pribadi menulis karena memang ingin berbagi.
Saya justru akan merasa dihargai kalau menulis tajuk rencana di koran walau
tidak harus ada nama yang dicantumkan,” seloroh KK.
Ya, memangn
sudah saatnya pejabat sekelas menteri dan ilmuwan menulis untuk rakyat, bukan
untuk komunitasnya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar