Ilustrasi: Petani di area persawah |
Ada-ada
saja, inilah yang dilakukan oleh beberapa petani di Tulungagung. Hasil
eksperimen mereka di mana menggunakan Minyak Serimpi, yaitu minyak wangi yang
biasanya digunakan untuk mayat tergolong sukses. Pasalnya dengan minyak
tersebut para petani ini berhasil menyelamatkan padi mereka dari serangan hama
tikus.
Ny
Mulyati (60), petani Desa Ngranti, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, telah
membuktikan khasiat minyak Serimpi. Semula berbagai cara mengusir tikus, mulai
dari memasang perangkap, memberi umpan beracun, hingga memagari tanaman dengan
plastik, telah dicobanya. Namun hasilnya masih dirasa kurang optimal.
Beliau
mengaku setelah mendengar kabar dari mulut ke mulut bahwa minyak Serimpi bisa
dipakai mengusir tikus. Maka, tanpa pikir lama, beliau pun langsung
mempraktikkannya.
Beliau
juga menjelaskan bahwa untuk setiap sawah seluas 250 are atau 3.500 meter
persegi, dibutuhkan 10 botol minyak Serimpi ukuran 14,5 ml dan satu sachet softener (pelembut pewangi
pakaian) ukuran 800 ml. Minyak berbau harum menyengat plus softerner ini
kemudian dilarutkan ke dalam air. Satu botol minyak Serimpi untuk 2 tangki alat
penyemprot.
Koordinator
Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Disperta Tulungagung, Sugeng, yang
dlansir dari sebuah sumber menyatakan, tikus adalah hewan pengerat yang cerdas.
Biasanya, tikus akan takut dan curiga pada sesuatu yang baru, termasuk minyak
Serimpi. Namun, pada rentang waktu tertentu, tikus akan mulai belajar dan membiasakan
diri. Jika hal itu terjadi, maka tikus tidak lagi takut wewangian dan kembali
menyerang.
Cara
paling efektif membasmi hama tikus, kata Sugeng, adalah dengan membasmi secara
fisik. Seperti perburuan induk dan anaknya, atau dengan cara pengasapan dengan
gas belerang. Dengan membunuh induk hingga anak-anaknya, proses regenerasi
tikus akan terputus.
Menurut
Kojin (35), petani yang juga pemilik toko pertanian di Dusun Miren, Desa
Ngranti, Kecamatan Boyolangu, selain minyak Serimpi, ada pula petani yang
menggunakan rendaman umbi gadung yang dirajang tipis. Air rendaman disemprotkan
ke batang tanaman padi. Aroma menyengat rendaman gadung diyakini tidak disukai
tikus, apalagi cairan itu juga beracun. Namun, lanjutnya, cara ini kurang
praktis. Sebab, proses merajang dan merendam membutuhkan waktu dan tenaga.
Belum lagi umbi gadung saat ini cukup sulit didapat.
Ditambahkan
Sugeng, selama 2011, serangan tikus di Tulungagung lebih hebat dibanding
tahun-tahun sebelumnya. Ini karena cuaca pada 2010 nyaris tanpa musim panas.
Lingkungan lembap dan basah memicu tikus untuk terus berkembang biak. Kondisi
ini didukung dengan melimpahnya air yang membuat petani terus menanam padi
sepanjang tahun. Akibatnya siklus reproduksi tikus tidak pernah terputus.
Masih
menurut Sugeng, dari sekitar 50.000 hektare tanaman padi di Tulungagung,
sebanyak 160 hektare di antaranya sudah diserang tikus dan 12 hektare lainnya
puso alias gagal panen.
Namun,
papar Sugeng, serangan tikus belum melumpuhkan produksi padi di kota marmer, karena
areal yang terserang tersebar di 15 (dari 19) kecamatan. Setiap hektare tanaman
padi, rata-rata menghasilkan 6,1 ton gabah. Sehingga secara tahun ini
Tulungagung masih bisa menghasilkan sekitar 304.024 ton gabah. (Yeyen
Ferianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar